Jumat, 02 Juli 2010

Terpuruk karena Goyang Erotis

Pertengahan Tahun lalu, sebuah album dangdut diluncurkan. Rada istimewa, karena selain sang artis adalah putra dari Raja Dangdut Rhoma Irama, acara rilis juga berlangsung di resto berjaringan internasional, Planet Hollywood.

Puluhan artis dangdut pun datang. Seperti Munif Bahasuan, Fazal Dath, Mansyur S, Camelia Malik, Cici Faramida, Siti KDI, Dorce, Trio Macan, dll.

Kehadiran mereka seolah ingin menegaskan bahwa dangdut masih ada. Tidak mati suri. Bahkan, sorang penyanyi dangdut asal Amerika, Arreal Tilghman juga hadir.

"Dangdut memang sedang terpuruk, tetapi masih tetap ada," kata Rhoma Irama.

Rhoma mengaku prihatin dengan maraknya penyanyi dangdut yang tampil seronok di atas pentas, menyebabkan jenis musik itu mendapat citra negatif. "Dengan maraknya para artis-artis yang seronok, ini membuat mereka menjadi risih melihat tayangan dangdut, apalagi kalau sudah ditayangkan di televisi," kata Rhoma.

Raja Dangdut Indonesia itu mengaku kerap mendapat keluhan tentang makin meluasnya penampilan pelantun lagu-lagu dangdut seronok. Baik melalui jenis pakaian yang dikenakan, maupun goyangan mereka di atas panggung.

"Saya sering menghadiri majelis taklim, saya sering tabligh akbar, di situ mereka mengeluhkan tampilan seronok para pedangdut. Sampai di masjid-masjid disebut dangdut itu musik setan! Sampai seperti itu!" ungkapnya.

Berdandan seronok plus goyangan tak etis, lanjut Rhoma, merupakan bukti nyata yang membuat pemerintah daerah di Indonesia, melarang penampilan beberapa penyanyi dangdut.

"Itu bukti bahwa mereka dicekal. Karena mereka dianggap membahayakan moral bangsa. Makanya, di mana-mana, di Indonesia ini, yang seronok dicekal," ujar pentolan grup musik Soneta ini.

Secara gamblang Rhoma menyatakan, pada 2009 pihaknya bakal membuat berbagai gebrakan untuk mengubah citra musik dangdut, yang menurutnya telah rusak hingga berujung pada pencekalan terhadap sejumlah penyanyi dangdut.

"Pada 2009 ini, akan kami ajarkan agar kita semua membangun musik dangdut yang bagus. Akan kita adakan langkah-langkah membangkitkan dangdut," ujar Rhoma, tanpa merinci upayanya memulihkan kesan masyarakat terhadap musik dangdut.

Indonesia sebagai asal musik dangdut, kata Rhoma, pantas menjadi kiblat bagi para penikmat musik dangdut di negara-negara lain. "Bahkan, Amerika harus ikut Indonesia. Amerika itu tempatnya musik pop. Kalau ingin tahu perkembangan musik dangdut, Amerika harus melihat Indonesia karena dari Indonesialah asal musik dangdut," tekannya.

Ketertarikan para warga AS terhadap musik dangdut telah dibuktikan Rhoma ketika ia mendapat undangan dari Pittsburg University untuk membawakan lagu-lagu bersama Soneta Group, awal Oktober 2008. Bahkan, ada warga negara AS yang kini berprofesi sebagai penyanyi dangdut, Arreal Tilghman.

"Tapi, sayangnya, karena ada pelaku dangdut yang membawakannya secara asal, dangdut kembali terpuruk," imbuhnya.

Rhoma memang tidak memungkiri bahwa para penikmat musik dangdut merupakan kalangan menengah ke bawah. "Mereka adalah orang-orang religius. Jadi, ketika ada pedangdut yang seronok mereka lebih memilih menghindarinya," ucapnya.

Dangdut memang telah berubah bentuk. Peneliti Amerika, Wiliam H Frederic, dalam disertasi 'Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspects of Comtemporary Indonesian Populer Culture' (1982), sampai mengatakan bahwa dangdut adalah kejeniusan Indonesia kedua setelah Borobudur.

Bahkan lebih serius lagi, bila di dunia musik AS sosok Mick Jager itu sangat berpengaruh, di Indonesia bandingan sosok sepadan dengannya ada pada figur Rhoma Irama. Keduanya sama-sama jenius dan ototidak. Keduanya mampu tampil ke posisi puncak musikal karena kekuatan bakat alam yang luar biasa hebat.

Meski hidup dengan ingar-bingar, sisi dukungan ilmiah pada musik dangdut memang boleh dibilang minim. Entah mengapa para peneliti enggan mengkaji jenis musik ini. Kalaupun ada yang serius, itu pun terbatas hanya ada pada seorang Endo Suanda. Melalui serial penelitiannya mengenai musik Indonesia yang ia rekam dalam serial kaset, ia mampu menghadirkan sosok musik ini secara lebih utuh.

Dalam penelitiannya, Endo mengatakan bahwa lagu dangdut juga dapat berperan sebagai corong mengungkapkan perasaan rakyat atas kesewenangan penguasa. Banyak contoh protes sosial dalam lagu dangdut. Lagu 'Indonesia' ciptaan Rhoma Irama, misalnya, dengan jelas mengungkap betapa dalam kesenjangan sosial di masyarakat kita: Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin...

Pada dekade pertengahan 1980-an saat rezim Orde Baru tengah berada pada puncak represif, Rhoma Irama bahkan dengan gagah berani bicara mengenai HAM. Dan ini jelas dibayar mahal. Rhoma dipersulit manggung dan dilarang tampil di layar kaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar